Kategori

Masalah Teknologi AI Mulai Muncul Seiring Perkembangannya

Sumber: VOI

Pertumbuhan teknologi AI atau kecerdasan buatan yang semakin pesat membuka pintu menuju kemajuan luar biasa, namun di balik inovasi tersebut, timbul pula sejumlah masalah menantang. Sebagai pengguna yang merasakan dan memanfaatkan kemajuan dari teknologi AI, tidak bisa juga mengabaikan kenyataan bahwa seiring pertumbuhannya, muncul pula serangkaian masalah teknologi AI sehingga memerlukan perhatian mendalam.

Saat ini banyak perusahaan-perusahaan AI generatif yang sedang berjuang dalam menghadapi moderasi konten, praktik ketenagakerjaan yang tidak jelas, dan disinformasi. Tentunya hal ini menunjukkan bahwa mereka menghadapi masalah teknologi AI, mirip seperti yang menimpa platform-platform media sosial sebelum mereka. Lantas, seperti apakah masalah teknologi AI yang mulai muncul akibat pertumbuhan pesatnya? Cari tahu disini.

Masalah Teknologi AI Mulai Dirasakan Sebelumnya
Bisa dibilang di tahun 2022 merupakan tahun dimulainya ledakan dari teknologi AI generatif, maka di tahun 2023 adalah tahun terjadinya kepanikan dari teknologi AI generatif. Bagaimana tidak? Lebih dari satu tahun sejak perusahaan OpenAI merilis ChatGPT dan mencetak rekor sebagai produk konsumen dengan pertumbuhan tercepat, tampaknya OpenAI juga turut memecahkan rekor intervensi pemerintah tercepat dalam hal teknologi baru.

Di samping itu juga, Komisi Pemilihan Umum Federal AS sedang menyelidiki iklan kampanye menipu, Kongres menyerukan pengawasan terhadap cara perusahaan AI generatif mengembangkan dan memberi label data pelatihan untuk algoritma mereka, serta Uni Eropa mengesahkan Undang-Undang AI baru dengan penyesuaian di menit-menit terakhir untuk merespons AI generatif.

Namun terlepas dari semua pembaruan dan kecepatannya, masalah teknologi AI generatif juga sangat familiar. Seperti OpenAI dan para pesaingnya yang berlomba meluncurkan model AI terbaru untuk menghadapi permasalahan yang telah menghantui platform sosial, misalnya saja teknologi baru yang membentuk era sebelumnya, selama hampir dua dekade.

Sumber: REFO Indonesia

Perusahaan seperti Meta tidak pernah lepas dari kesalahan dan disinformasi, praktik ketenagakerjaan tidak jelas, dan pornografi non-konsensual, serta masih banyak lagi konsekuensi yang tidak diinginkan lainnya. Kini isu-isu tersebut mendapatkan kesempatan baru yang menantang, berkat adanya sentuhan teknologi AI.

Dalam beberapa kasus, perusahaan AI generatif dibangun langsung di atas infrastruktur bermasalah yang dibangun oleh perusahaan media sosial. Misalnya Facebook dan perusahaan lain mulai bergantung pada pekerja moderasi konten yang dibayar rendah dan dialihdayakan, seringkali di negara-negara Selatan untuk mencegah konten seperti perkataan yang mendorong kebencian atau gambar yang mengandung ketelanjangan atau kekerasan.

Tenaga kerja yang sama kini dikerahkan untuk membantu melatih model AI generatif, mereka seringkali digaji rendah dan berada dalam kondisi kerja sulit. Karena outsourcing menempatkan fungsi-fungsi penting platform sosial atau perusahaan AI secara administratifnya jauh dari kantor pusat, bahkan tidak jarang berada di benua lain, para peneliti dan regulator kesulitan mendapatkan gambaran lengkap tentang bagaimana sistem AI atau jaringan sosial dibangun dan dikelola.

Teknologi AI Lebih Palsu dari Sebelumnya
Ketika platform media sosial mampu memperkuat kekuatan individu untuk menghasilkan dan berbagi informasi, baik itu dengan maksud baik ataupun tidak, teknologi AI generatif akan membawa kapasitas tersebut ke tingkat lebih tinggi. Hal ini seringkali menimbulkan disinformasi. Tidak jarang orang-orang kini menggunakan teknologi AI untuk membuat video kandidat, politisi, pembawa berita, ataupun CEO mengatakan hal-hal yang bahkan tidak pernah mereka katakan.

Masalah teknologi AI generatif lainnya ialah karena teknologi AI tidak hanya membuat produksi misinformasi dan disinformasi menjadi lebih cepat, lebih murah, dan lebih mudah, namun juga melemahkan kebenaran media dan informasi yang sebenarnya. Sama seperti mantan presiden AS, Donald Trump yang berusaha menetralisir pemberitaan tentangnya yang tidak menguntungkan dengan menyebutnya sebagai “berita palsu” karena kenyataannya memang berbeda.

Baca juga: Sejumlah Keuntungan Adanya Regulasi dalam Keamanan Teknologi AI

Dalam beberapa kasus, kemampuan teknologi AI untuk menghasilkan konten jadi semakin sulit dibedakan dari karya manusia yang tentunya dapat menimbulkan tantangan baru, terutama dalam konteks informasi dan media. Algoritma semakin canggih juga mungkin menciptakan gambaran palsu dan menyesatkan, merusak integritas informasi yang dikonsumsi masyarakat luas.

Regulasi AI
Untuk menanggapi kekhawatiran bahwa kemungkinan video palsu kandidat politik AS dapat mendistorsi kampanye pemilu 2024, platform media sosial, salah satunya Meta dan YouTube mengeluarkan kebijakan untuk mengharuskan iklan politik yang dibuat oleh teknologi AI diberi label jelas. Namun seperti halnya gambar dan video yang diberi watermark, kebijakan ini tidak mencakup berbagai cara lain untuk membuat dan menyebarkan media palsu.

Di Indonesia sendiri, karena semakin maraknya penggunaan teknologi AI atau kecerdasan buatan, Kemenkominfo mencoba mengantisipasi masalah teknologi AI yang mungkin muncul dengan membuat satu regulasi. Dibuatnya regulasi AI ini bertujuan untuk meminimalkan dampak-dampak berbahaya atau merusak dari teknologi AI.

Penggunaan teknologi AI bisa berpotensi melanggar hak cipta. Misalnya, teknologi AI mengolah data dari berbagai karya cipta untuk menghasilkan karya baru dengan gaya mirip atau bahkan sama, tapi ini tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 28 Tentang Hak Cipta karena itu masuk ke dalam kategori pembajakan karya cipta.

Sumber: VOI

Selain itu, regulasi AI dibuat juga bertujuan untuk pengembangan dan pengaturan dari teknologi AI itu sendiri, sehingga membuka peluang inovasi dan penyelesaian enam isu kontemporer AI secara kolaboratif. Enam isu kontemporer itu adalah misinformasi berita, privasi atau kerahasiaan, Toxicity atau ancaman berbasis siber, perlindungan hak cipta, bias implementasi AI, dan pemahaman nilai kemanusiaan.

Jika dilihat data kasus dari salah satu isu kontemporer tersebut, misalnya saja ancaman siber. Berdasarkan data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) hingga Agustus 2023 kemarin total serangan siber di Indonesia mencapai 219.414.104 serangan. Hal tersebut menjadi contoh penting mengapa regulasi AI dibuat untuk mencegah penggunaan teknologi AI tidak disalahgunakan oleh orang tidak bertanggung jawab.

Itu dia penjelasan mengenai kompleksitas dan masalah teknologi AI yang muncul akibat pesatnya pertumbuhan teknologi AI. Tantangan etika, dampak sosial, dan kekhawatiran akan pelestarian lapangan pekerjaan adalah aspek-aspek yang memerlukan perhatian penuh dan keterlibatan aktif dari berbagai pihak. Meskipun teknologi AI membawa peluang besar, namun tetap harus senantiasa memprioritaskan nilai-nilai kemanusiaan dan menjaga keseimbangan antara inovasi dan etika.

Buat kamu yang sedang cari perangkat gadget sesuai kebutuhan dan harga pas di kantong bisa temukan di Eraspace. Apalagi ada banyak promo ditawarkan oleh Eraspace untuk menambah keuntungan berbelanja, nikmati juga gratis ongkir hingga ke seluruh Indonesia. Kunjungi website atau download aplikasi Eraspace.

Baca juga: Microsoft Manfaatkan Teknologi AI untuk Sistem Cyber Security


Diunggah Pada : 1 Jan 2024 | Kategori TECHNOLOGY
    COPYRIGHT © 2024 ERASPACE.COM ALL RIGHTS RESERVED.