Kategori

Surat Terbuka Musisi dan Penulis Terhadap Disrupsi Teknologi AI

Sumber: Micoope

Di era digital seperti sekarang, Artificial Intelligence telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Kemajuan dalam bidang pemrosesan data, algoritma machine learning, dan komputasi yang canggih telah memungkinkan kecerdasan buatan untuk berkembang menjadi sebuah kekuatan yang masif dan mendominasi.

Pada konteks ini, dunia musik selalu menjadi panggung perdebatan yang menarik, terutama ketika teknologi AI mulai terlibat dalam proses kreatif. Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat telah menyaksikan peningkatan penggunaan Artificial Intelligence dalam berbagai aspek industri musik mulai dari pembuatan lagu hingga analisis tren pasar. Namun, penggunaan tools AI dinilai merugikan pekerja musisi.

Kecanggihan tersebut kerap disalahgunakan dan dipakai untuk mengeksploitasi karya para penyanyi. Oleh karena itu, sebanyak 200 lebih musisi menandatangani surat terbuka untuk memperoleh perlindungan di tengah maraknya disrupsi AI. Ingin tahu lebih lanjut? Yuk simak penjelasan selengkapnya di bawah ini.

Surat Terbuka Musisi yang Tuntut Perlindungan
Lebih dari 200 penyanyi dan penulis lagu terkenal telah bersuara melalui sebuah surat terbuka yang dikeluarkan oleh Artist Rights Alliance. Surat tersebut menyoroti kekhawatiran atas penggunaan predator kecerdasan buatan yang bisa meniru suara dan kemiripan artis, mengancam kreativitas dan hak cipta dalam industri musik.

Dalam surat tersebut, nama-nama besar seperti Billie Eilish, J Balvin, Nicki Minaj, Katy Perry, Zayn Malik, Stevie Wonder, REM, Frank Sinatra, dan perwakilan Bob Marley menandatangani untuk menyerukan perlindungan terhadap karya seni manusia. Mereka menegaskan bahwa teknologi AI yang digunakan secara tidak etis dapat merusak ekosistem musik, melanggar hak pencipta, dan mencuri identitas suara artis profesional.

Artist Rights Alliance menegaskan bahwa mereka tidak menyerukan larangan langsung terhadap penggunaan Artificial Intelligence dalam produksi musik dan film, asalkan teknologi tersebut digunakan secara bertanggung jawab dan memberikan manfaat bagi industri. Namun, kasus penggunaan kecerdasan buatan untuk mengisolasi vokal John Lennon dari lagu demo lama dan menggunakannya untuk lagu Beatles yang dirilis tahun lalu menjadi contoh munculnya kekhawatiran serius bagi para pelaku musik.

Sumber: People.com

Seruan ini menjadi bagian dari perdebatan yang lebih luas tentang etika dan hukum seputar penggunaan tools AI dalam dunia hiburan. Serikat seniman dan organisasi advokasi terus berupaya untuk memperjuangkan regulasi yang memadai guna melindungi kreativitas dan copyrights, sementara studio dan perusahaan teknologi tertarik pada potensi penggunaan AI untuk mengurangi biaya produksi.

Hal ini telah menjadi pusat dari negosiasi kontrak dan pemogokan serikat pekerja industri hiburan pada tahun 2023. Dengan demikian, surat terbuka ini mencerminkan penolakan yang kuat dari musisi terhadap penggunaan kecerdasan buatan yang dapat merugikan inovasi dan hak paten manusia.

Hal ini juga menggarisbawahi pentingnya regulasi yang lebih ketat untuk memastikan bahwa teknologi AI digunakan dengan bijaksana dan tidak merugikan bagi dunia musik dan hiburan secara keseluruhan.

Semua Bermula dari Teknologi Baru Adobe
Beberapa perusahaan teknologi terbesar dan terkuat telah disorot karena menggunakan karya seni tanpa izin untuk melatih model AI, yang merupakan bencana besar bagi para musisi. Terlebih, ancaman ini semakin menjadi mimpi buruk bagi mereka yang bergantung pada karyanya untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Pada saat yang sama, ada perkembangan terbaru dalam dunia Artificial Intelligence yang menimbulkan kekhawatiran tambahan bagi artis-artis. Adobe dan Stability AI, misalnya, sedang mengembangkan generator musik kecerdasan buatan yang menggunakan audio berlisensi atau bebas royalti.

Walau terlihat sebagai terobosan digital yang menarik, alat ini juga bisa memiliki dampak negatif yang signifikan terutama bagi para artis yang telah melisensikan karya mereka untuk penggunaan komersial seperti iklan TV atau proyek musik lainnya. Tidak hanya masalah terkait AI, industri musik sudah mengalami berbagai tantangan sepanjang sejarahnya.

Mulai dari berbagi file yang merugikan artis hingga perjuangan untuk mendapatkan pembayaran yang lebih adil dari platform streaming. Union of Musicians and Allied Workers (UMAW) sebagai wadah advokasi para musisi telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk meningkatkan tingkat royalti streaming.

Meski ada kenaikan, penyanyi masih memperoleh imbalan yang rendah, seperti yang terlihat dari tingkat royalti rata-rata sekitar $0,0038 per streaming di platform Spotify. Jadi, sangat wajar bila banyak seniman yang masih cukup skeptis dengan eksistensi teknologi yang sedang berkembang.

Baca juga: Lagu TikTok Musisi Universal Music Group Hilang, Ini Alasannya

Para Penulis Buku Juga Mengalami Kerugian dengan Adanya Disrupsi AI
Selain musisi, para penulis juga melakukan perlawanan yang meluas. Lebih dari 15.000 penulis terkemuka, termasuk James Patterson, Michael Chabon, Suzanne Collins, Roxane Gay, dan banyak lagi, telah bersatu dalam sebuah surat terbuka yang serupa pada bulan Juli. Surat ini ditujukan kepada para CEO dari perusahaan teknologi besar seperti OpenAI, Alphabet, Meta, Stability AI, IBM, dan Microsoft.

Para penulis mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap kemunculan teknologi kecerdasan buatan yang mengganggu karya-karya kreatif. Surat tersebut menegaskan bahwa Artificial Intelligence yang digunakan saat ini mampu meniru bahasa, cerita, gaya, dan ide-ide para penulis dengan super akurat.

Jutaan karya dengan hak cipta menjadi makanan bagi sistem AI yang tanpa henti mengonsumsi dan memproses informasi tersebut tanpa memberi penghargaan yang pantas kepada penciptanya. Walau surat ini menjadi suara yang kuat dari para penulis, tampaknya berbagai perusahaan teknologi tersebut belum merespons dengan tindakan yang memadai.

Sumber: Medium

Bukti nyata masih dapat dilihat dengan penggunaan teknologi kecerdasan buatan seperti ChatGPT yang dapat menghasilkan kutipan dalam gaya Margaret Atwood. Meskipun hasilnya belum tentu sempurna, hal ini menunjukkan betapa besar dan canggihnya model bahasa yang telah mempelajari karya-karya seperti 'The Handmaid's Tale'.

Selain itu, masalah hukum yang belum mampu menangani AI generatif juga menjadi sorotan dalam surat tersebut. Saat ini, jalur hukum tidak memberikan perlindungan yang memadai untuk melawan disrupsi AI dalam bidang kreativitas. Oleh karena itu, suara terbuka dari para musisi dan penulis menjadi krusial dalam mengingatkan bahwa serangan terhadap karya manusia oleh teknologi AI harus dihentikan.

Perlindungan terhadap hak-hak pencipta dan penjagaan ekosistem kreatif menjadi fokus utama dalam menghadapi perkembangan digital yang bisa mengancam keberlangsungan seni masyarakat. Lewat kerja sama antara komunitas seniman, lembaga hukum, dan industri teknologi, terwujudnya solusi yang adil dan berkelanjutan bagi dunia hiburan dapat semakin terlaksana.

Untuk bisa menikmati karya-karya musisi dan penulis favoritmu secara optimal, tentu dibutuhkan spesifikasi gadget yang lebih tinggi dari biasanya. Maka dari itu, pastikan kamu membeli perangkat impianmu di e-commerce terpercaya seperti di Eraspace. Platform ini menyediakan barang orisinal dengan kualitas yang juga terjamin.

Di Eraspace, terdapat beragam pilihan smartphone canggih yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan bujet. Apalagi, sedang ada promo dan penawaran menarik yang bisa kamu nikmati ketika menjadi member MyEraspace. Caranya mudah, cukup belanja di website maupun aplikasi resmi Eraspace dan pilih gadget favoritmu. Yuk, lengkapi diri dengan produk terbaik hanya di Eraspace, sekarang juga!

Baca juga: Alasan Mengapa Penggunaan ChatGPT di Italia Semakin Dilarang


Diunggah Pada : 9 Apr 2024 | Kategori NEWS
    COPYRIGHT © 2024 ERASPACE.COM ALL RIGHTS RESERVED.